Langsung ke konten utama
loading

Wudang Bay, Kungfu Aliran Wudang (Butong)

Ulasan ini pernah dimuat di harian kompas, dan karena menarik sebagai wacana maka diangkat di Pondok Jeruk juga. Sebenarnya topik bahasan ini bukan seperti judul diatas yang sepertinya akan membahas kungfunya, karena wawancara yang dilakukan adalah dimasa kini, yaitu wawancara dengan Zhong Yunlong, yang merupakan Guru Tertinggi Wushu Aliran Wudang saat ini. Baiklah langsung saja kita ikuti ulasannya. Wudang

“Guru bersedia bertemu. Besok pagi jemput saya,” demikian pesan singkat yang dikirimkan oleh Wang Zhiqiang, pemuda kurus tinggi yang juga salah seorang murid Zhong Yunlong. Kami lalu menjemput dia di perguruan Yuan Xiugang, di kaki Gunung Wudang (baca: Wutang).

Zhong Yunlong adalah pendeta Taois yang juga memegang jabatan tertinggi dalam aliran wushu Wudang. Dia adalah murid generasi ke-14 dari mahaguru aliran Wudang, Zhang Sanfeng. Untuk lebih tahu tentang Zhang Sanfeng atau dalam dialek Hokkian disebut Thio Sam-hong silahkan buka Daftar Jago Kungfu China Legendaris dan Thio Sam-hong, Legenda Sang Naga Sakti.

Bagi penggemar cerita silat, kisah Zhang Sanfeng (Hokkian: Thio Samhong) pasti tidak asing lagi. Dalam legenda dunia persilatan (kangouw / jianghu), Zhang Sanfeng merupakan tokoh silat yang digambarkan sebagai orang yang sederhana, bijak, dan berilmu silat tinggi.

Zhang Sanfeng pada awalnya dipercaya sebagai murid perguruan Shaolin, tetapi kemudian mengembangkan ilmu wushu (yang disebut kungfu oleh orang Barat) beraliran Taoisme di Gunung Wudang. Aliran Wudang dikenal juga dengan aliran Butong dalam bahasa Hokkian.

Gunung Wudang yang berada di kota Shiyan, Provinsi Hubei, China, juga dikenal sebagai tempat suci para pendeta Tao. Unesco juga telah menetapkan Gunung Wudang sebagai salah satu warisan budaya dunia. Sekitar 2.000 tahun lalu, filsuf besar China, Laozi, mempraktikkan Taoisme di gunung ini. Itulah yang membuat Wudang dianggap sebagai asal Taoisme China.

Tidak mudah menemui Zhong Yunlong. Maklumlah, Pendeta Tao ini sudah mencapai tahap xiu lian. Waktunya lebih banyak dihabiskan di tempat yang jauh dari keramaian. Dia lebih banyak bermeditasi serta mempraktikkan wushu dan alkimia Tao untuk memurnikan diri. Jarang sekali mau menerima kunjungan tamu, mungkin juga jarang makan, hihihi.

Wang Zhiqiang mengantar kami memasuki halaman kuil Yuxu Gong yang sudah berusia 600 tahun. Letaknya tidak jauh dari tempat perguruan silat Yuan Xiugang. “Tunggu dulu, saya akan menjemput Guru,” ujarnya. Wang mengunci pintu gerbang kuil besar itu dari luar. Tampaknya dia sangat merahasiakan keberadaan gurunya. Tinggallah kami di kuil tua dengan halaman luas itu.

Tidak lama, Wang datang bersama orang lain. Seorang pendeta Tao berusia kira-kira 40-an. Pendeta itu mengenakan jubah dan baju pendeta Taois berwarna biru tua. Topinya berwarna hitam, berdasar bulat dengan muncung di tengahnya. Bentuk ini melambangkan filosofi Tao yin yang.

Senyum Grand Master Zhong Yunlong mengembang seraya memberikan salam khas para pendekar, mengepalkan tangan kanan dan membungkusnya dengan telapak tangan kiri. “Selamat datang. Hari ini lumayan cerah, kemarin lebih dingin. Apakah kalian tidak kedinginan?” ujarnya penuh perhatian.

Tertarik sejak kecil

Grand Master Zhong Yunlong yang memiliki nama Taois Zhong Qingwei mulai mempelajari wushu sejak berusia 13 tahun. Dari guru pertamanya, dia mempelajari wushu aliran Yue dan Yang selama enam tahun. Yu dan Yang merupakan dua jenderal terkenal pada masa Dinasti Song.

Zhong kemudian mempelajari wushu di perguruan Shaolin di Provinsi Henan. Dia pergi ke Gunung Wudang untuk mempelajari wushu aliran Wudang di bawah pengawasan Master Guo Gaoyi, Zhu Chende, dan Wang Kuangde. Setelah itu dia berkelana lagi selama tiga tahun untuk mempelajari beberapa wushu dari guru lain.

Setelah tempaan bertahun-tahun, akhirnya Zhong berani tampil dalam berbagai turnamen wushu, baik nasional maupun internasional.

Menurut dia, hatinya tertambat pada wushu aliran Wudang karena aliran ini paling cocok dengannya. “Ajaran tentang keselarasan dengan alam, meditasi, bahkan baju aliran Wudang sangat saya senangi,” ujarnya. Berbeda seperti pesilat wushu aliran Shaolin yang tidak memelihara rambut, pesilat pada aliran Wudang ini justru memanjangkan rambut mereka.

Dahulu kala, rakyat jelata memang tidak diberi kesempatan mempelajari wushu Wudang. Keahlian ini hanyalah diperuntukkan bagi mereka yang sudah ditahbiskan menjadi pendeta-pendeta Tao saja. Salah satu alasannya adalah untuk menghindari penyalahgunaan keahlian wushu di kalangan rakyat banyak.

Keadaan berubah. Seiring dengan perubahan dan keterbukaan Pemerintah China, keterbukaan juga menyapu Gunung Wudang. Mereka pun melakukan reformasi dengan mendirikan Asosiasi Taois Wudang pada tahun 1988. Wushu Wudang yang merupakan warisan seni serta bermanfaat untuk menjaga kesehatan jiwa dan raga ini mulai terbuka dan dapat dipelajari orang kebanyakan.

Mulailah dibuka sekolah-sekolah wushu di Gunung Wudang. Sekolah pertama yang menerima murid dari luar kalangan pendeta Tao adalah Institut Kungfu Taois Wudang. Saat ini, tidak sedikit orang dari luar negeri yang belajar di beberapa sekolah wushu di Wudang.

Zhong Yunlong menjelaskan, ada tiga filosofi dari wushu Wudang. Pertama adalah renti kexue, yaitu menyangkut pengetahuan mengenai struktur tubuh manusia. Kedua, shengmin kexue, meliputi pengetahuan mengenai kesehatan manusia, seperti bagaimana manusia dapat menghalau penyakit serta memperoleh umur panjang. Ketiga adalah chusi kexue, yakni pengetahuan yang menyangkut seni dan teknik bela diri.

Selaras dengan alam

Menurut Zhong, dengan mempraktikkan wushu Wudang, misalnya taiji quan (taichi), seseorang dapat menjadikan dirinya lebih selaras dengan alam. Selain meningkatkan kesehatan tubuh, pikiran seseorang juga dapat lebih damai dan tenang. Perilaku berpikir merupakan faktor yang penting dalam membuat kehidupan menjadi selaras dan harmonis.

Zhong Yunlong berpendapat, kondisi masyarakat saat ini sedang berkembang dengan pesat. Itulah salah satu sumber timbulnya rasa resah, tidak bahagia, dan depresi pada diri seseorang. Kemajuan masyarakat juga menyebabkan munculnya keinginan yang tiada habis-habisnya dari dalam diri seseorang. Keinginan yang muncul itu sering kali tidak dapat dipenuhi sehingga muncul perasaan depresi dan tidak bahagia. Gerakan-gerakan lembut tapi bertenaga taiji dapat mengusir depresi dan kegundahan hati itu.

Guru yang rendah hati itu pun tidak berkeberatan ketika diminta mendemonstrasikan gerakan-gerakan taiji-nya.

“Pokoknya, jika mau belajar wushu harus bersungguh-sungguh dan konsentrasi,” ujarnya.

Ketika ditanya berapa umurnya, pendeta Tao ini menggeleng sambil tersenyum, “Sebagai pendeta Tao, pantang ditanya umur dan tanggal lahir,” katanya. Ada yang mengatakan dia sebenarnya lahir pada tahun 1966. Namun, hal ini sulit dikonfirmasi.

Matahari terus meninggi. Setelah berbincang-bincang, kami pun berpamitan. Bersama-sama kami meninggalkan Yuxu Gong. Wang mengunci gerbangnya kembali. Kembali Zhong Yunlong memberikan salam pendekarnya. “Kami pergi dulu, ya,” kata Wang. Punggung kedua orang itu kemudian tertelan keramaian di pasar Wudang.

Sumber: JOICE TAURIS SANTI (Kompas Cetak)

star
Bagikan

Author

AdminSaya adalah blogger kampung Pondok Jeruk. Jika dalam beberapa posting saya ada yang tidak berkenan, mohon dimaklumi saya wong ndeso. :)

Post “Wudang Bay, Kungfu Aliran Wudang (Butong)” ini saya unggah dari Jember Regency, East Java, Indonesia. 
Published:Rabu, 30 Agustus 2017
Last Modified:2020-07-28T06:13:13Z

Recent Posts

    Komentar 1  Recent Comments