Tulisan ini adalah naskah awal (*) untuk dikirimkan ke Gontor sebagai bahan tulisan ANTOLOGI - Catatan Hati Wali Santriwati The Brilliant Generation Gontor Putri 1. Nantinya bisa dimiliki sebagai kenang-kenangan @};- bagi para wali santri. Saat diterbitkan nanti bisa jadi sudah mengalami perubahan. Ditulis disini sebagai arsip saja bagi kami. :)
Judul tulisannya seperti judul post ini. Baiklah langsung saja ke tulisannya. \m/
Shita Dewi, sebuah nama indah yang diberikan Ayah untuk putri kecilnya. Tanpa terasa waktu begitu cepat berlalu, Shita sudah lulus MI (Madrasah Ibtidaiyah) pada tahun 2019 waktu Covid 19 melanda negeri kita ini. Bahagia pastinya, dia telah menyelesaikan sekolahnya dengan nilai yang cukup memuaskan bagi kami orang tuanya. Sedih juga, karena wabah Covid 19 merajalela kala itu. Banyak pembatasan dimana-dimana, diantaranya sekolah, tempat kegiatan belajar mengajar yang seharusnya bisa bertatap muka, kala itu dilakukan secara online (daring) orang menyebutnya.
Waktu itu Shita ingin sekali mondok, dia bilang banyak teman-temannya yang mondok, otomatis kami sangat senang sekali atas keinginan ini, meski sempat bingung untuk memilihkan Pondok Pesantren yang terbaik untuk Shita kami. Kami sibuk mencarikan via online, dan akhirnya jatuhlan pilihan kami kepada Pondok Gontor. Kami sempat bingung kala itu karena Covid, domisili kami juga berbeda, kami orangtuanya ada di Surabaya, sedangkan Shita kala itu ada di Jember (ikut budhe Wita, saudara perempuan dari suami). Hal ini yang membuat kami sempat berkecil hati. Dialah Allah Sang Maha Mengetahui kegundahan hati kami, kami dipertemukan dengan Ustadz Ilhamuddin ( beliau adalah salah satu ustadz IKPM yang ada di Jember). Para ustadzah IKPM Jember beserta beliau yang memfasilitasi putri kami sampai di pondok. Berangkatlah rombongan Shita dari Jember ke pondok, untuk mengikuti serangkaian Tes Ujian Masuk KMI Santri Gontor selama kurang lebih 10 hari waktu itu. Jangan tanyakan bagaimana perasaan kami waktu itu? Campur aduk semua jadi satu, sedih, kasihan, tak bisa mengantar putri kami, harus rela melepasnya dengan orang asing (sambil menahan air mata waktu menulis ini). Bismillah, kami pasrahkan semua kepada Sang Maha Pemilik Semesta.
Dari ustadzah yang mengantar rombonganlah kami dapat menerima kabar dari Shita. Mereka mengirim foto-foto sebagai penawar rindu kami. Senang, bahagia hati kami menerima kiriman foto-foto putri kami bersama perserta lainnya. Harapan kami semoga bisa diterima, lulus ujian, dan bisa menikmati pendidikan di Gontor. Jika gagal? Semoga jangan gagal deh, karena kalau keamanan masalah wabah COVID 19 ini, tidak ada isolasi terkuat dibanding pondok pesantren. Dan jika memang gagal, harus bersabar, dan kami yakin Allah Maha Mengatahui Segalanya.
Sepuluh hari berlalu, dan hasilnya pun akan segera diumumkan, lupa kala itu hari apa ya, jika tidak salah tanggal 28 Juni 2020.
Pada siang hari yang cerah, kami mendapat telepon dari ustadzah pendamping, beliau memberi kabar bahwa Shita lulus dan diterima masuk ke Gontor Putri Kampus 1 di Mantingan.
Padahal waktu dites oleh ayahnya, Pakde Syu’aib, Mbak Tasya, Shita tidak bisa mengerjakan waktu diberi soal, ternyata mungkin standar yaang ditentukan ayahnya dan Mbak Tasya terlalu tinggi. Sujud Syukur kami saat itu, Alhamdulillah, Allah ijabah doa-doa kami. Apalagi mental Shita juga bagus, malah orang tuanya yang kebingungan kan aneh. Persaingan yang cukup ketat dan berat saat itu, putri kami bisa melaluinya dengan baik (tanpa mengikuti Bimago), hanya dengan modal Bismillah dan doa yang kami langitkan kepada Sang Khalik.
Menurut analisa ayahnya, semua karena Shita lumayan kuat di bidang mengaji Al Qur’an, tajwid, dan imla' menulis arab, yaa... meskipun tulisannya tidak bagus. Sepertinya tidak rugi jadi pemenang juara 1 tartil di desa Wringangung, Jombang, Jember Ahad, tanggal 3 Desember 2017 waktu acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Dan ada lagi yang membuat kami teramat beruntung dan bahagia. Syukur Alhamdulillah Shita bisa masuk ke kelas 1B. Betapa bahagianya hati kami sebagai orangtunya.
Awal-awal Shita di pondok, banyak drama orang jaman sekarang bilang... hihihi... Senang, karena banyak menemukan teman baru, karena juga Shita termasuk mudah bergaul. Menangis... iya iyalah... adaptasi dengan semua hal baru, teman baru, ustadzah kakak kelas dan walikelas yang notabene nya berasal dari berbagai daerah dengan karakter dan watak yang berbeda pula. Kami hanya bisa mendoakan serta memberikan semangat, semangat terus agar Shita tetap bisa berjuang, hingga lulus dengan Mumtaz.
Covid 19 ini lagi yang membuat kami sebagai semua sebagai walisantri tidak bisa menjenguk (atau mudif bahasa yang dipakai), jika tidak salah sekitar 2 tahun, (maaf saya lupa, hehehe), kami hanya bisa berkabar dengan online, telepon maupun video call. Jika telepon via pengasuhan sangat susah sekali..., jadi satu-satunya jalan sebagai obat kangen adalah menunggu putri kami yang telepon. Dan kalau ada telepon dari Pondok, rasanya bahagia sekali... Rindu? Sangat... Namun apalah daya, kami juga menghormati dan mematuhi aturan yang berlaku di Pondok, kami yakin bahwa semua ini demi kebaikan putri kami di sana. Pernah sakit gatal (orang Jawa bilang: gudiken), sampai kuku kakinya dilepas. Kasian, kami tak bisa membersamai nya di kala sakit. Namun kami yakin di pondok pasti diberikan yang terbaik. Dan yang paling mengharukan adalah di kala liburan serta Idul Fitri tidak bisa pulang... Kami hanya bisa memandang dan menumpahkan kerinduan yang memuncak melalui panggilan video.
Setelah menunggu sekian purnama, Alhamdulillah akhirnya wabah Covid 19 yang mengerikan berakhir, dan maklumat dari pondok pun keluar, bisa untuk dikunjungi dan bisa pulang di kala libur Tengah semester maupun hari raya. Betapa bahagianya hati kami mendengar kabar gembira ini. Tibalah liburan, Shita bisa pulang ke Jember (rumah bude) dan ke Surabaya (domisili kami).
Waktu itu Shita masih ikut konsulat Jember, jadi dijemput oleh bude Wita. Jika tidak keliru baru perpulangan di kelas 4, Shita ikut konsulat Surabaya.
Waktu begitu cepat berlalu, hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan telah berganti tahun, Shita kelas 6G sekarang, yang awalnya 2E, 3I, 4G, 5J. Banyak cerita yang ia torehkan hingga detik ini. Sedih, lucu, gembira, menangis, terluka semua ada. Semua akan menjadi warna yang indah di kehidupan Shita kelak. Ada cerita lucu juga loh... tidak sedih teruuss, pernah juga cerita waktu itu kehabisan makan di dapur karena telat, akhirnya dari teman-temannya dapur dibuatkan bihun goreng atau kuah ya, saya lupa, wkwkkwk. Lah ada mie yang jatuh e bukannya dibuang, malah dimasukkan ke dalam mangkuk dan untuk dimakan Shita serta temannya yang belum makan, wkwkwkkwkwk (Shita bilang ke ibu "temenku jorok bukkk...") Shita kecil kami sudah beranjak remaja, eit malah dewasa ya sekarang. Cara berpikir dan akhlak sudah benar-benar berubah, dulu yang masih kekanak-kanakan kini menjadi Shita yang tangguh. Kini putri kecil kami menjadi salah satu pengajar Bahasa Inggris di kelas 3J. Alhamdulillah... Terima kasih Ya Allah, terima kasih pondok. Pesan ayah yang selalu diberikan untuk Shita nikmati semuanya dengan gembira dan bahagia. Jalani, nikmati, syukuri prosesnya, untuk hasilnya Allah yang menentukan...
Seperti yang KH Hasan Abdullah Sahal pesankan TITIP (Tega, Ikhlas, Tawakal, Ikhtiar, Percaya), ini yang kami tanamkan di hati kami. Shita masuk ke generasi 100 tahun Gontor, yang punya slogan "The Brilliant Generation".
"Kecantikan yang abadi terletak pada keelokan adab dan ketinggian ilmu seseorang, bukan terletak pada wajah dan pakaiannya."
(Buya Hamka)
Inilah sepenggal kisah yang bisa kami tuangkan, kalau kisah detail pasti akan lebih dari 1 juta kata, hehehe...
Sebenarnya kisah Shita masuk ke KMI Gontor sudah kami tulis di blog kami dengan judul: Shita Dewi Ujian Masuk Santri KMI Gontor.