Langsung ke konten utama
loading

Kisah Anak Durhaka yang ALLAH BAYAR SECARA TUNAI

Seperti biasa kisah ini saya dapat dari medsos, dan saya sangat suka dengan ceritanya, suka disini karena penuh dengan hikmah bukan suka dengan kelakuan anak durhakanya. Tapi saya memang suka dengan karakter yang baik di kisah ini.

Dalam cerita ini ada seseorang yang pergi ke Rumah Jompo dan dia bercerita sebagai orang pertama, jadi menceritakan pengalamannya. Baiklah langsung saja kita simak ceritanya.

Anak Durhaka Suatu hari saya pergi ke salah satu Rumah Panti Jompo. Seorang sahabat meminta bantuan agar saya dapat menyalurkan bantuan kepada orang miskin. Saya belikan kain sarung, beli roti, dan lain-lain, kemudian sayapun pergi ke Panti Jompo yang saya kenal, tidak usah saya sebut nama panti jomponya.

Saat sampai di panti jompo, tiba-tiba ada seorang ibu tua berlari dari asrama (panti) mendekati saya.

"Ye... ye... anakku datang, anakku datang, senangnya anakku datang..."

Saya tidak mengenal beliau siapa, ibu itu memeluk saya, dia cium saya. Orang tua itu berkata, "Nak... Kenapa tinggalkan ibu disini nak, ibu mau pulang... Ibu rindu rumah kita..."

Saya waktu itu... hampir tidak bisa berkata-kata, Ya Allah... Saya coba mengucapkan kata, "Bu..."

Saya pegang tangannya, saya lihat mukanya, dia bilang, "Sampai hati nak, kau tidak mengaku aku ini ibu kau..."

Bisa saya bayangkan, bagaimana perasan beliau begitu rindu pada anaknya, saya coba berpura-pura, seolah-olah saya anaknya, saya berkata, "Bu... Maafkan saya ya..."

Saya pegang tangannya, saya ajak duduk atas kursi, saya ambil roti, dan saya suapkan ke mulutnya. Tidak terasa menetes air mata dipipi.

Mencoba membayangkan, hati seorang ibu yang rindu kepada anaknya, bila kita anaknya, mengambilkan sepotong roti, kita suapkan kemulutnya, bagaimana perasaan beliau? Bagaimana perasan kita?

Saya coba usap air matanya yang meleleh dipipi, dia pegang tangan saya, Subhanallah... Saya bisa merasakan bagaimana perasaan beliau yang begitu rindu kepada anaknya.

Saat saya hendak pulang, dia pegang kaki saya sambil berkata, "Nak... Jangan tinggalkan ibu nak, ibu mau balik, ibu mau pulang..."

Akhirnya saya minta izin dengan pihak pengawas panti jompo tersebut. Melihat data beliau ternyata anaknya ada 5 orang. Yang paling besar bergelar Tan Sri, orangnya memang kaya, punya nama besar, dan hebat orangnya.

Waktu saya izin pulang, dia pegang baju saya, dia bilang mau ikut saya pulang, saya bilang "di mobil ada banyak barang".

"Tidak apa kata ibu itu, saya duduk sama barang-barang, itu."

Akhirnya saya izin ke pengelola panti untuk membawa ibu itu selama 5 hari saja. Pulang ke rumah saya, Sholat Subuh saya jadi Imam dia makmum di belakang, saya baca doa, saya tengok air mata beliau jatuh. Selesai doa saya salami beliau, saya cium tangannya, saya bilang, "Bu... Maafkan saya ya..."

Waktu itu, saya tidak membayangkan kalau ibu saya sudah meninggal, tapi saya bayangkan ibu ini adalah ibu saya, sebab dia rindu pada anak-anaknya.

Hari ketiga dirumah saya, waktu Sholat Isya', selesai doa saya salami beliau, dia lapisi tangannya dengan kain mukena-nya, dia salam. Saya bilang, "Bu.. Kenapa ibu lapisi tangan ibu?, dua hari yang lalu ibu salam, ibu tidak lapisi tangan ibu dengan saya. Kenapa hari ini ibu lapisi tangan?"

Dia bilang, "Ustadz... Kau bukan anak saya kan...?"

Subhanaallah... Tiba-tiba dia sebut nama saya "Ustadz". Saya bilang, "Kenapa ibu panggil saya ustadz? Saya anak ibu..."

Dia berkata, "Bukan... Kalau anak saya dia tidak akan seperti ini, kalau anak saya dia tidak akan jadi imam saya, kalau anak saya dia tidak akan suap saya makan..."

Bayangkan sahabat-sahabat bagaimana perasaan ibu ini, spontan saya pegang dia, saya peluk dia, saya menangis, saya bilang, "Bu... Walaupun bukan ibu saya tapi saya sayang ibu seperti ibu saya..."

Saya pegang tangan ibu ini. Walaupun bukan ibu saya tapi saya tahu hatinya sangat rindu dekat dengan anaknya, waktu itu saya pandang wajahnya, saya bilang, "Bu.. Walaupun ibu saya telah tiada, tapi ibu boleh ganti menjadi ibu saya, ibu duduklah di sini..."

Saat makan, saya suapkan nasi ke mulutnya, dia muntahkan balik makan dari mulutnya, saya tanya, "Kenapa bu?"

Tiba-tiba saya lihat wajahnya pucat, saya angkat dia, panggil ambulans antar ke rumah sakit. Waktu di rumah sakit, saya ambil kepalanya dan saya rebahkan ibu ini, dia pegang tangan saya dia berkata, "Ustadz... Kalau saya mati, tolong jangan beritahu seorang pun anak saya, kalau saya sudah mati, jangan beritahu mereka di mana makam saya, kalau mereka tahu di mana kubur saya, jangan izinkan dia pegang batu nisan saya..."

saya pegang beliau saya berkata, "Bu... Jangan ngomong seperti itu, bu..."

Isteri saya menangis di sebelah, anak saya menangis di sebelah memegang dia. Kami pegang dia...

"Bu... Jangan ngomong seperti itu, bu..."

Dia geleng kepala, rupa-rupanya itulah saat penghujung hayatnya, akhirnya dia pun meninggal di atas haribaan saya di rumah sakit itu.

Dia meninggal dalam pelukan saya, saya doakan Ibu Hajjah Khalijah ini ruhnya mudah-mudahan bersama Salafussholeh.

Sahabat, bila kita masih ada ibu tolonglah taat pada ibu kita, jangan durhaka pada ibu kita, jangan tinggalkan dia di Panti Jompo, saat ibu kita sakit kita jaga dia, pijat-pijat kepala dan kaki ibu kita...

Sahabat-sahabat coba tanya ibu kita, "Bagaimana penderitaan ibu saat mengandung saya dulu? Bagaimana sakitnya ibu saat melahirkan saya dulu?"

Tanya ibu kita sahabat-sahabat sekalian... Kalau kita tanya sudah tentu air mata ibu kita akan jatuh, karena itu sahabat-sahabat suapkanlah makanan pada ibu kita...

Sahabat-sahabat semua... Selepas wafatnya ibu ini, ternyata berita kematiannya sampai juga kepada anaknya yang sulung, anak dia terus telefon saya...

Apa anaknya bilang pada saya, "Saya akan bawa Anda ke pengadilan, Saya akan tuntut Anda telah membawa keluar ibu saya dari Panti Jompo."

3 tahun dia titipkan ibunya di Panti, dia tidak pergi lihat, sebab itu ibunya rindu hingga ibu itu tidak bisa membedakan saya dengan anaknya...

Akhirnya saya tunggu, tunggu punya tunggu tidak ada kabar hampir setahun lebih. Saya pergi ceramah di Masjid di daerah pecinaan, selesai saya ceramah datang seorang lelaki memeluk saya.

Menangis dalam masjid, orang dalam masjid heran, ada apa ini, saya tanya pada dia...

"Pak, ada apa ini? Ada masalah apa...?"

Dia berkata dalam keadaan menangis...

"Ustadz... Tolong kasi tahu di mana makam ibu saya ustadz? Tolong kasi tahu di mana kubur ibu saya?"...

Saya bilang...

"Kenapa hari ini baru tanya kubur ibu kamu?"

Dia bilang...

"Tolonglah ustadz... Saya mau jumpa ibu saya ustadz, sayalah orang yang bergelar Tan Sri yang mau menuntut ustadz saat itu... Saya sekarang ini sudah bangkrut ustadz, isteri saya mati kecelakaan, rumah disita bank, mobil mewah saya semua sudah disita bank, tinggal satu saja, motor tua itu..."

Saya berkata, "Saya bisa tunjukkan makam ibu kamu, tapi dengan satu syarat, kamu jangan pegang batu nisan ibu kamu..."

Sampai di pemakaman, tidak sempat saya turun dari mobil, dia turun duluan, saya lihat didepan mata saya sendiri dia jatuh tersungkur tangannya menjadi hitam, mulutnya tertarik sebelah yang tadi awalnya tangan dan mulutnya baik-baik saja, sambil memanggil-manggil...

"Ibu... Ibuuu... Ibuuuu..."

Tiba-tiba saya angkat dia tidak jauh dari makam ibunya belum sampai ke kubur ibunya, dia sudah hembuskan nafas terakhir disamping makam ibunya...

Allahu Akbarrrrrrrrrrrrr...!

Mengucap panjang saya... Allah SWT tunjukkan kepada saya, dikehidupan ini balasan anak yang durhaka pada ibu dan ayahnya.

Semoga kisah ini menjadi pelajaran di luar sana, ambillah iktibar dari kisah di atas.

"Dan apabila mata ibumu sudah tertutup maka hilanglah satu keberkatan disisi Allah, yaitu doa seorang ibu"

star
Bagikan

Author

AdminSaya adalah blogger kampung Pondok Jeruk. Jika dalam beberapa posting saya ada yang tidak berkenan, mohon dimaklumi saya wong ndeso. :)

Post “Kisah Anak Durhaka yang ALLAH BAYAR SECARA TUNAI” ini saya unggah dari Wringin Agung, Jombang Sub-District, Jember Regency, East Java, Indonesia. 
Published:Jumat, 13 Oktober 2017
Last Modified:2020-12-01T01:10:10Z

Recent Posts

    Recent Comments