Kisah koin penyok ini senada dengan Tulisan Prof. Dr. BJ. Habibie Tentang Bersyukur dan kisah yang didalamnya ada cerita Nasruddin Hoja, O iya sama juga dengan cerita Sepatu Bapak Tua. Hanya penyampaian kisahnya berbeda walaupun memiliki inti nasihat yang sama.
Cerita ini dinukil dari komunitas di Google Plus, diangkat lagi disini untuk menambah kisah-kisah hikmah di Pondok Jeruk, namun disisipi banyak kata agar lebih bagus ceritanya. Baiklah mari kita langsung mulai pada cerita ini.
Seorang laki-laki berjalan tidak tentu arah dengan rasa putus asa karena sedang mengalami kesulitan dalam kehidupannya, kondisi keuangannya morat-marit. Pada waktu menyusuri jalan yang sepi, kakinya terantuk sesuatu. Dia membungkuk dan menggerutu kecewa. "Hhhh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok." Walaupun menggerutu dia tetap saja membawa koin itu ke bank.
"Begini Pak, sebaiknya koin Anda ini dibawa ke kolektor uang kuno saja lebih tahu nilai antiknya ", kata teller bank memberi saran saat laki-laki tadi sudah di bank.
Lelaki itu membawa koinnya ke kolektor. Ternyata beruntung sekali, koinnya dihargai 500 ribu rupiah.
Si lelaki sangat senang. Saat melewati toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu obral. Dia pun membeli kayu seharga 500 ribu untuk membuat rak buat istrinya. Dia memanggul kayu tersebut dan pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati tempat pengerajin mebel. Mata pemilik mebel sudah terlatih melihat kayu bermutu yang dipanggul lelaki itu. Dia menawarkan lemari seharga 2 juta untuk menukar kayu itu. Tentu saja laki-laki tadi setuju karena tanpa membuat sendiri perkakas sudah dapat lemari yang harganya 4 kali lipat dari harga kayu yang dipanggulnya. Setelah setuju, dia meminjam gerobak untuk membawa pulang lemari itu.
Dalam perjalanan lelaki tersebut melewati kompleks perumahan. Seorang wanita melihat lemari yang indah itu dan menawarnya 10 juta, hayya beruntung sekali sih, hehe.
Si laki-laki tadi ragu-ragu, bukan saja karena terlalu tinggi menurutnya kenaikan nilai yang ditawarkan, juga khawatir si wanita mengerjainya. Lain lagi tanggapan si wanita, disangka si laki-laki tidak mau dihargai 10 juta, diapun menaikkan tawarannya menjadi 15 juta. Tentu saja llaki itu setuju. Jadilah si lelaki mengantongi uang 15 juta.
Sesampainya di pintu desa, dia ingin memastikan jumlah uangnya. Dia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 15 juta.
Tiba-tiba seorang perampok datang, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istrinya kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya dan bertanya, "Apa yang terjadi?, engkau baik-baik saja kan? Apa yang diambil perampok tadi?"
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, "Oh bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi."
Sampai sini cerita selesai, sekarang mari kita ulas hikmah yang bisa kita dapat dari cerita diatas.
Bila kita sadar, kita tidak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan? Sebaliknya, sepatutnya kita bersyukur atas segala yang telah kita miliki, karena ketika datang & pergi kita tidak membawa apa-apa.
Menderita karena melekat dan terikat. Bahagia karena melepas.
Karena demikian itulah hakikat sejatinya kehidupan, apa yang sebenarnya yang kita punya dalam hidup ini? Tidak ada, karena bahkan nafas saja bukan kepunyaan kita dan tidak bisa kita genggam selamanya.
Saat kehilangan sesuatu, kembalilah ingat bahwa sesungguhnya kita tidak punya apa-apa. Jadi "kehilangan" itu tidaklah nyata dan tidak akan pernah menyakitkan.
Kehilangan hanya sebuah tipuan pikiran yang penuh dengan ke-"aku"-an.
Ke-"aku"-an itulah yang membuat kita menderita. "Rumahku, hartaku, istriku, suamiku, anakku, semuanya milikku." Dan itulah yang ternyata membuat kita menderita saat yang mengandung "ku" tadi hilang.
Lahir tidak membawa apa-apa, matipun sendiri, tidak bawa apa-apa dan tidak mengajak siapa-siapa.
"Sesungguhnya semua milik Allah dan sesungguhnya semua akan kembali kepada Allah"
Semoga kita dirahmati Allah menjadi manusia yang bahagia. Aamiin.